Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN) setiap tanggal 23 Juli. Hari ini menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia untuk menyadari betapa anak. Yakni manusia yang di dalamnya dirinya melekat harkat dan martabat kemanusiaan.
Namun sebagian anak-anak di beberapa daerah di Indonesia, kini menghadapi ancaman ganda selama pandemi Covid-19. Tren penularan virus Covid-19 terus mengintai anak-anak di luar rumah. Untuk tetap berada di rumah saja juga tak sepenuhnya aman.
Sebab, data menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang-orang terdekat disinyalir akan terus meningkat selama di rumah. Selain Covid-19, kekerasan pun juga turut menyerang kesehatan mental anak-anak selama pandemi berlangsung.
Data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan pada periode 1 Januari-9 Juni 2021 terjadi 3.314 kasus kekerasan terhadap anak dengan 3.683 korban.
Kasus Kekerasan di Medan Paling Tinggi
Provinsi Sumatera Utara, hingga tanggal 04 Februari 2021 masih menurut data aplikasi Simfhoni – PPA milik Pemprov Sumatera Utara, jumlah korban kekerasan terhadap anak di Kota Medan mencapai angka 154 orang korban kekerasan. Tertinggi dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Disusul Kabupaten Langkat dengan 97 kasus dan Padang Sidempuan dengan 96 kasus.
Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) OK Syahputra Harianda (foto) mengatakan melihat data di atas menjadi renungan bagi kita semua, bahwa kekerasan terhadap anak tidak bisa ditolerir. Angka ini diyakini akan terus bertambah mengingat situasi dan kondisi saat ini.
“Pandemi Covid-19 memaksa terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, banyak karyawan yang dirumahkan, daya beli menurun dan angka kemiskinan yang meningkat. Keadaan perekonomian keluarga yang menurun drastis di masa Pandemi. Membuat hak anak akan pendidikan, gizi yang cukup, kesehatan dan lain sebagainya menurun bahkan terabaikan. Ini berakibat terjadinya tindak kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya yang dialami anak, dimanapun berada,” terangnya dalam rilis, Kamis (22/7/2021).
Karena itu, pemerintah dan pembuat keputusan lain memegang peran kunci di dalam perlindungan anak selama pandemic COVID-19. Khususnya dalam memfasilitasi, mengawasi dan mempromosikan kepentingan terbaik untuk anak-anak harus disinergikan satu sama lain.” Jika keadaan ini dibiarkan, niscaya masa depan anak akan terabaikan” terang OK, biasa dipanggil.
Anak yang masih harus belajar dalam jaringan (daring) di rumah, harus didampingi, membatasi penggunaan gawai dan akses internet pada anak. Menggiatkan minat baca untuk anak, menyibukkan anak dengan kegiatan yang bermanfaat dalam membentuk tumbuh kembang anak, semisal kegiatan keagamaan, olahraga, kegiatan seni, ketrampilan dan lain sebagainya.
“Disinilah tanggung jawab orangtua dituntut untuk lebih besar dalam mendidik anak. Kasih sayang, perhatian orang tua dan keluarga menjadi modal yang sangat berharga dalam mendidik anak.” Pungkasnya. (mimbarumum.co.id)