Begitu banyak kekerasan, perlakuan tidak menyenangkan, eksploitasi dan pelecehan seksual, menjadi objek perdagangan manusia, diskriminasi dan tindakan salah lainnya kerap menimpa anak dan perempuan di negara ini. Dan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan aparat penegak hukum saja, tetapi menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat untuk mencegahnya.

Selasa/ 28 Juli 2020 bertempat di rumah salah seorang warga di desa Paya Bakung, kecamatan Hamparan Perak kabupaten Deli Serdang, Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) bekerjasama dengan BPHN Kemenkumham mengadakan pertemuan untuk berbagi pengalaman dalam menangani kasus ataupun permasalahan hukum yang menimpa warga khususnya anak dan perempuan.

Bertindak sebagai pemateri yaitu Elisabeth Juniarti, SH selaku Kordinator Divisi Perlindungan Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia, yang memaparkan tentang Yayasan Pusaka Indonesia yang telah di akreditasi oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sejak tahun 2015, dan program bantuan hukum gratis yang diselenggarakan oleh BPHN, jenis-jenis bantuan hukum dan syarat serta kelengkapan dokumen yang harus di penuhi oleh masyarakat yang ingin mengakses dana bantuan hukum tersebut.

Elisabeth menerangkan tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang penanganan perkara pidana terhadap anak tentunya beda dengan penanganan perkara terhadap usia dewasa, Penanganan terhadap anak tersebut bersifat khusus karena itu diatur dalam peraturan tersendiri yaitu Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan yang namanya Diversi yaitu penyelesaian perkara anak di luar pengadilan dimana korban dan pelaku dilakukan perdamaian atau mediasi, sehingga perkara tersebut tidak dilanjutkan, tapi usia anak pelaku tidak lebih dari 18 tahun. Namun, jika masyarakat khususnya korban tidak mau berdamai maka Penyidik wajib menindak lanjuti laporan tersebut.

Terkhusus korban, dalam hal ini masyarakat perlu menguatkan si korban untuk tidak takut melaporkan kejadian yang dialaminya. Polisi bisa mengintervensi perdamaian antara korban dan  pelaku, dan biasanya kalau sudah ditangani kepolisian, pelaku akan berubah dan tidak lagi melakukan kekerasan fisik terhadap korban.

Semoga pertemuan ini dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang upaya perlindungan hukum bagi anak dan perempuan.