Implementasi peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok dinilai tidak akan berhasil tanpa komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah dan dukungan semua elemen masyarakat.

Di tingkat pusat, Presiden telah menetapkan Perpres tentang RPJMN 2020-2024 yang secara tegas melarang iklan dan promosi rokok. Di tingkat daerah sudah dibuat sejumlah aturan KTR dan pelarangan iklan rokok.

Namun tanpa komitmen tegas pimpinan daerah menegakkan aturan dan dukungan semua elemen masyarakat, regulasi hanya menjadi macan kertas, dan gagal menjalankan fungsinya untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak rokok.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia (YPI), OK Syahputra Harianda menegaskan saat ini sudah tersedia aplikasi Pantau KTR, untuk memudahkan masyarakat sipil agar terlibat aktif dalam melakukan pemantauan dan monitoring  implementasi KTR dan memudahkan pemerintah daerah untuk mendapatkan laporan pelanggaran secara statistik, sebagai bahan acuan untuk menyusun rencana pengawasan dan penegakan Perda KTR.

Hal ini disampaikan OK Syahputra saat kegiatan Workshop bertema “Memperkuat Komitmen Kabupaten/Kota untuk melindungi Anak dari Asap dan Paparan Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok dalam rangka Mewujudkan Kota Layak Anak” yang diselenggarakan Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) dan Lentera Anak, mulai 14 -15 Juli 2020 melalui aplikasi Daring.

Ditambahkannya, pelaporan pelanggaran bisa dalam bentuk dokumentasi foto. Pelapor juga dilindungi dan tidak dipublikasikan. Laporan-laporan ini diharapkan menjadi evaluasi bagi pihak-pihak yang bertanggungjawab mengawasi Perda KTR dan selanjutnya dapat mengambil tindakan, langkah antisipasi dan pemberian sanksi.

Dalam siaran persnya yang diterima, Jumat (17/07/2020), OK Syahputra juga berharap dengan adanya inovasi aplikasi Pantau KTR dapat diadopsi oleh pemerintah pusat dan daerah dan menjadi acuan dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) di Indonesia.

Menurutnya, keberadaan kawasan tanpa rokok dan pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok menjadi salah satu persyaratan Kabupaten/kota layak anak.

Sementara itu Lenny Rosalin selaku Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA menjelaskan bahwa aturan pengendalian rokok sudah diatur dalam Peraturan Presiden No. 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.

“Dalam arah kebijakan dan strategi tentang pemenuhan layanan dasar, Presiden sudah mendorong pelarangan total iklan dan promosi rokok.  Marilah kita bersama-sama, sesuai tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah untuk melarang total iklan dan promosi rokok guna menyelamatkan generasi muda Indonesia,” tegas Lenny.

Di tingkat pusat jelas Lenny lagi, Kementerian PPPA memiliki Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) dan menetapkan kewajiban pemenuhan indikator 17, klaster III KLA tentang ketersediaan Kawasan Tanpa Rokok dan tidak ada Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok.

“KLA menjadi upaya pemerintah kota/kabupaten untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam kebijakan, institusi, dan program yang layak anak. Di mana salah satu pemenuhan hak hidup dan tumbuh kembang serta perlindungan khusus anak adalah melindungi anak dari paparan asap rokok dan target industri rokok,” kata Lenny.

Sementara saat ini kecenderungan perokok pemula usianya lebih dini, yaitu pada kelompok usia 10-14 tahun, naik 2 kali lipat dalam kurun waktu 9 tahun. Berdasarkan hasil Riskesdas (2018), perokok anak meningkat menjadi 9,1%, melebihi target RPJMN sebesar 5,4%. Di mana salah satu pemicu kenaikan ini adalah maraknya Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) rokok di sekitar mereka dan promosi harga rokok yang sangat murah.

Dari catatan KPPPA, hingga tahun 2019 baru sebanyak 266 kota/kabupaten (52%) yang memiliki kebijakan KTR dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) dan ada sebanyak 337 kota/kabupaten yang sudah mencantumkan pasal sanksi dalam peraturan KTR.

Sedangkan dari sisi pelarangan iklan, promosi dan sponsor (IPS) rokok, Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak menyatakan hingga Mei 2020 baru ada 16 kota/kabupaten yang telah melarang IPS rokok melalui berbagai peraturan. Adapun aturan tersebut mulai dari surat imbauan, surat instruksi, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota hingga Peraturan Daerah. Beberapa Pemda malah melakukan revisi terhadap Perda KTR untuk memasukkan pasal tentang pelarangan iklan rokok, seperti Kota Depok dan Padang.

“Jika sampai tahun 2015 baru ada 5 kota/kabupaten yang melarang iklan rokok, selama periode 2017-2019 sudah bertambah menjadi 16 kota/kabupaten yang berani melarang iklan rokok. Terjadi peningkatan 3 kali lipat. Dan yang menggembirakan, beberapa Pemda berinisiatif melarang iklan rokok dalam ruang dan melarang display atau memajang rokok di tempat penjualan untuk melindungi anak dari target industri rokok dan mencegah mereka menjadi perokok pemula,” kata Lisda. (Sarwo/MimbarRakyat.id)